Sebuah perenungan untuk mengembalikan Gereja kepada tujuan Tuhan yang semula.
Banyak orang yang terpanggil untuk melayani Tuhan dan membaktikan hidupnya untuk terjun dalam Pekerjaan Tuhan, Puji Tuhan!
Namun seiring dengan berjalannya waktu, arah dari pelayanan tersebut sering cenderung untuk menjadi semakin menyimpang dari tujuan dan motivasi semula.
Dalam Kerajaan Allah dikenal prinsip Kepemimpinan Hamba yang diajarkan oleh Tuhan Yesus, namun sejalan dengan benefit yang dinikmati dari status yang diperoleh karena pelayanan tersebut, prinsip ini semakin dilupakan.
Beslit menjadi lebih penting untuk mencapai tujuan yang telah berubah, dibanding dengan pimpinan Roh Kudus yang diperlukan untuk mengikuti kehendak Tuhan sebagai tujuan semula.
"Kerja buat Tuhan biar zonder gaji selalu manise" berubah menjadi "Lahan Pekerjaan Tuhan yang basah itu manise dan harus dikuasai dan dipertahankan bagaimanapun caranya".
Mari kita bersihkan Gereja Tuhan dari kepentingan pribadi dan kembalikan kepada tujuan Allah yang semula agar Tuhan Yesus dimuliakan dalam Gereja-Nya!
Gereja Tuhan yang sehat dapat dimungkinkan jika Gereja tetap diarahkan sesuai dengan tujuan Allah. Penyimpangan dari tujuan yang semestinya dapat terjadi antara lain disebabkan oleh "cinta akan uang" seperti yang digambarkan dalam I Timotius 6:10 berikut
"Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka."
Dari cinta akan uang ini dapat lahir berbagai penyimpangan seperti membangun kerajaan sendiri, memandang muka, pengajaran sesat dan pemadaman kerja Roh Kudus dalam Gereja.
LAPORAN KEUANGAN: Umumnya organisasi Gereja menetapkan kewajiban untuk membuat Laporan Keuangan lengkap dan tertulis bagi Gereja-Gereja yang beranggotakan 10 orang atau lebih. Kewajiban ini merupakan sistim kendali yang menjaga agar Pendeta tidak terjerat dalam cinta akan uang sehingga motivasi pelayanannya menjadi tidak murni lagi. Kata Laporan mengandung makna pertanggung-jawaban, dengan demikian Pendeta mempunyai kewajiban untuk mempertanggung-jawabkan masalah keuangan Gereja kepada Jemaatnya. Melalui Laporan Keuangan tersebut Jemaat dapat melihat apakah Pendeta yang menggembalakannya masih tetap dalam motivasi pelayanan yang murni, ataukah telah menyimpang menjadi pemburu uang. Tidak dibuat dan diberikannya Laporan Keuangan kepada Jemaat menjadi indikasi adanya usaha untuk menyembunyikan keadaan Keuangan Gereja. Keadaan Keuangan Gereja yang disembunyikan menjadi indikasi adanya penyalah-gunaan Keuangan Gereja.
LAPORAN KEUANGAN TIDAK LENGKAP: Laporan Keuangan Gereja mungkin dibuat tidak lengkap pada Pos Penerimaannya, mungkin juga dibuat tidak lengkap pada Pos Pengeluarannya, atau pada kedua-duanya. Pos Penerimaan yang dilaporkan tidak lengkap memungkinkan penerimaan keuangan gereja hanya dimasukkan sebagian dan sebagian lainnya disalah-gunakan. Pos Pengeluaran yang dilaporkan tidak lengkap (tidak diuraikan dalam klasifikasi jenis pengeluaran) memungkinkan keuangan gereja digunakan untuk "apa saja" tanpa ada yang menyadarinya. Pos Pengeluaran yang tidak lengkap tersebut dapat dijelaskan dengan cara yang berbeda-beda sehingga tidak dapat dilakukan cross checking, misalnya: Diberikan alasan bahwa sejumlah sekian disisihkan untuk Pemupukan Dana Sarana Fisik tetapi posisi Pemupukan Dana Sarana Fisik tersebut tidak pernah dibuat laporannya sehingga tidak dapat dilakukan cross checking apakah benar jumlah tersebut telah beralih ke sana. Pemupukan Dana untuk tujuan khusus tersebut yang tidak dilaporkan, suatu waktu di luar kesadaran dari Jemaat akan menguap begitu saja tertiup "angin". Contoh lain: Keuangan Gereja bisa saja dikeluarkan dengan cara membuat pengeluaran fiktif seakan-akan ada biaya tertentu tetapi sesungguhnya tidak ada bukti atau realitanya, dan karena dilaporkan tidak lengkap maka adanya pengeluaran fiktif ini tidak disadari oleh Jemaat.
LAPORAN KEUANGAN TIDAK TERTULIS: Jika Laporan Keuangan hanya disampaikan secara lisan, maka itu menunjukkan adanya indikasi penghindaran kontrol oleh Jemaat karena daya ingat dan kemampuan menghitung berdasarkan data yang diberikan secara lisan akan sangat kurang. Laporan Keuangan yang hanya disampaikan secara lisan tidak memungkinkan adanya cross check arus uang maupun ketersambungan saldo. Laporan yang disampaikan secara lisan sukar untuk dapat dipertanggung-jawabkan karena tidak ada bukti otentiknya, kecuali kalau dilakukan perekaman audio atau audio-visual.
KEPENTINGAN ORGANISASI AKAN LAPORAN KEUANGAN: Organisasi yang kepadanya seorang Pendeta menginduk mungkin hanya mempunyai kepentingan sebatas besarnya Persepuluhan yang harus disetorkan kepada Organisasi Induk. Jadi bagi Organisasi Induk, kelengkapan Laporan Keuangan mungkin tidak terlalu penting selama Persepuluhan Gereja yang disetorkan berjalan lancar. Yang lebih berkepentingan dengan kelengkapan Laporan Keuangan adalah Jemaat Gereja Setempat.
Jika seorang Pendeta menikmati kebebasan dalam pengelolaan keuangan karena tidak ada kontrol dari Jemaat maupun Organisasi Induk, maka kecenderungan untuk terjerat menjadi "hamba uang" akan sangat kuat. Seorang Pendeta yang telah menyimpang dari "Hamba Tuhan" menjadi "hamba uang" akan terhanyut dalam banyak kejahatan atau kebobrokan lainnya.
MEMBANGUN KERAJAAN SENDIRI: Karena penguasaan Keuangan Gereja perlu dipertahankan, maka Pendeta yang "hamba uang" tersebut akan berusaha supaya kekuasaanya di dalam Gereja Setempat menjadi sangat kuat sehingga tidak ada orang lain yang dapat mengontrol dirinya. "Kepemimpinan Hamba" tentu tidak akan memberikan dukungan terhadap hal ini, karena itu sang Pendeta akan berusaha menjadi pemimpin yang otoriter. Siapapun yang mencoba untuk mempertanyakan atau meminta pertanggung-jawaban darinya cepat atau lambat akan disingkirkannya. Uang yang dikuasainya sebagian akan digunakan untuk membeli orang-orang yang akan membantunya dalam status sebagai karyawannya yang jika tidak tunduk dapat dengan mudah dipecat, bukan sebagai mitra pelayanannya. Gereja tidak lagi menjadi Keluarga Allah, tetapi menjadi seperti rumah makan atau pentas hiburan di mana hanya orang-orang yang merasa senang dengan produk yang ditawarkanlah yang akan datang di dalamnya. Untuk pemasarannya, maka sang Pendeta akan mengandalkan kemampuan merayunya dan bukan urapan Roh Kudus. Ia akan menjadi seorang Pemimpin dalam arti seorang yang dapat mempengaruhi banyak orang untuk mengikutinya, tetapi bukan seorang Pemimpin Rohani yang membawa orang-orang dalam pertumbuhan menjadi serupa Kristus.
MEMANDANG MUKA: Karena keberadaan jemaat yang tidak cukup beruang (apalagi yang berkekurangan) mempengaruhi pemasukan Keuangan Gereja, maka ia akan lebih memfokuskan untuk jemaat-jemaat yang beruang atau berkedudukan. Penginjilan tidak akan mendapat perhatian, tetapi perekrutan jemaat baru yang beruang atau berkedudukan akan lebih diutamakan. Pelayanan akan dianggap sebagai reward bagi mereka yang beruang atau berkedudukan, sehingga akan didapati bahwa banyak pengerja Gereja yang jauh dari standar kriteria rohani seorang pengerja Gereja.
PENGAJARAN YANG SESAT: Karena jika Firman Allah diajarkan dengan benar akan menghalangi pembangunan kerajaannya sendiri, maka Firman Allah akan digunakan untuk membenarkan pemikiran-pemikirannya bukan ditafsirkan dengan sehat dalam bimbingan Roh Kudus. Ketaatan ditekankan jika itu berarti ketaatan pada dirinya, tetapi ia sendiri tidak menjadi seorang yang taat kepada Firman Allah dan Suara Tuhan. Pengampunan ditekankan jika itu berarti mengampuni dirinya, tetapi bukan untuk dirinya mengampuni orang lain. Disiplin diterapkan jika itu diberikan oleh dirinya, tetapi ia sendiri menolak disiplin diberlakukan pada dirinya. Ia akan menekankan dirinya sebagai wakil Allah, walaupun Alkitab samasekali tidak mengajarkan kecuali bahwa setiap orang percaya adalah Utusan Allah kepada dunia ini. Ia akan sering menitipkan "firmannya sendiri" untuk disampaikan atau dikhotbahkan dan bukan membiarkan Roh Kudus memimpin kepada kehendak Allah dalam pelayanan. Membawa jemaat kepada pertobatan bukan menjadi hal yang penting, karena justru kesalahan atau dosa yang dibiarkan itu bisa menjadi "alasan simpanan" untuk digunakan apabila ia tidak disukai dan akan disingkirkan.
PEMADAMAN KERJA ROH KUDUS: Karena jika Roh Kudus bekerja maka dosa akan ditegor, maka ia akan berusaha menghalangi bekerjanya Roh Kudus dalam gereja meskipun secara formalitas menyatakan bergantung kepada Roh Kudus. Ia akan mengklaim bahwa dirinya diurapi oleh Roh Kudus (orang yang benar-benar diurapi Roh Kudus tidak perlu mengklaim sendiri karena orang lain yang akan melihat faktanya) namun karakter dan perbuatan-perbuatannya sama sekali tidak membuktikan hal tersebut. Orang yang penuh dengan Roh Kudus tidak akan menyombongkan dirinya, namun biasanya ia menyanjung dirinya sendiri. Justru karena sebetulnya ia sendiri menyadari dirinya tidak dipenuhi Roh Kudus, maka ia akan berusaha menyingkirkan orang-orang yang dipenuhi Roh Kudus karena keberadaan mereka membuat fakta itu menjadi lebih jelas.
Nah jika akar "cinta akan uang" telah merusakkan pelayanan dalam Gereja, dapatkah Gereja itu menjadi gereja yang sehat ...?
Page Seen: 4,917 times